Stabilitas dan Pengungkit Sistem
Jumat, 22 Januari 2021
Edit
Stabilitas suatu sistem sangat bergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah ukuran, jumlah, jenis, dan variasi sub sistem yang ada di dalam sistem serta derajat hubungan antar sub sistemnya.
Suatu sistem yang kompleks tidaklah harus selalu merupakan sistem yang tidak stabil. Banyak sistem kompleks merupakan sistem yang stabil.
Sistem yang stabil cenderung menolak untuk berubah. Kita bisa melihat contoh bagaimana partai-partai politik yang berbeda dapat memperoleh kekuasaan atau berkuasa dalam suatu pemerintahan tanpa harus melewati suatu sistem demokrasi yang menyeluruh (melalui pemilihan umum), akan tetapi dengan cara melakukan kudeta.
Suatu keluarga bisa saja akan toleran terhadap perbedaan pendapat dan ketidaksetujuan dari anggota-anggota keluarganya tanpa menyebabkan terjadinya perpecahan di dalam keluarga tersebut.
Suatu bisnis masih akan tetap berfungsi bahkan ketika terdapat kebijakan perusahaan yang tidak disetujui oleh departemen yang berbeda.
Tubuh kita merupakan contoh lain tentang stabilitas sistem. Walaupun ada bagian tubuh kita yang sakit, kita masih dapat melakukan beberapa aktivitas. Dalam hal ini, stabilitas menjadi sangat penting karena tanpa adanya stabilitas, maka kesehatan kita akan berfluktuasi dengan cepat.
Keseluruhan dari stabilitas yang telah kita sebutkan di atas merupakan aspek positif, dan tentu saja harus dibayar mahal dengan suatu ongkos tertentu. Dengan demikian, dalam hal ini, ongkos atau biaya dapat merupakan suatu kekuatan perlawanan untuk berubah.
Partai-partai politik pemenang, misalnya, akan terus berjuang bersama-sama dengan para pegawai pemerintahnya untuk tetap dapat mempertahankan dan mengendalikan pemerintahannya.
Sementara itu, para opsisi atau pembaharu akan selalu berusaha untuk tetap melakukan serangkaian pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh partai politik pemenang tersebut.
Praktek-praktek yang diterapkan terhadap bisnis baru, seperti penerapan teknologi informasi atau otomasi, biasanya menimbulkan penolakan dari sebagian besar orang-orang yang menjalankannya.
Mereka umumnya akan lebih merasa nyaman dengan cara lama yang mereka lakukan. Hal ini bukan karena mereka mejadi sulit berubah, akan tetapi lebih disebabkan oleh sistem tempat mereka berada pada saat ini.
Kapan pun kita membuat perubahan pada suatu sistem kompleks –suatu bisnis, keluarga atau cara kita melakukan sesuatu, biasanya terdapat suatu perlawanan dan penolakan (resistensi) atau diawali oleh suatu perlawanan. Kita tidak dapat mempunyai stabilitas tanpa perlawanan karena mereka seperti dua sisi yang sama dalam satu mata uang.
Dalam melakukan perubahan, para pembaharu (kaum reformis) sering kali membuat kesalahan. Dalam bisnis, misalnya, mereka umumnya akan terus-menerus melakukan gebrakan-gebrakan dalam berbisnis sampai pada akhirnya mereka akan kehabisan energi karena mereka telah menghabiskan daya pegas sistemnya sampai pada suatu titik terendah dan nantinya justru akan merusak semuanya.
Ketika suatu sistem berubah, sistem cenderung untuk melakukannya relatif cepat dan sering kali sangat drastis. Sebagai contoh adalah proses reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998. Proses demokratisasi yang selama hampir tiga dekade "terkekang", dapat berubah sangat drastis dan menjadi kebebasan yang sebebas-bebasnya, bahkan cenderung kebablasan pada saat proses reformasi terjadi.
Ketika tekanan untuk berubah sudah tertanam dalam suatu sistem, hal ini akan muncul dan meledak secara tiba-tiba seperti meletusnya sebuah balon.
Suatu sistem mempunyai suatu ambang batas di mana sistem tersebut dapat secara tiba-tiba berubah atau hancur. Jika suatu sistem telah berada pada berbagai tekanan yang kuat, maka hanya dengan suatu sentuhan atau pemicu kecil saja, sistem tersebut akan berubah atau hancur. Dengan demikian, jika kita meletakkan suatu sistem berada di bawah tekanan yang cukup kuat untuk waktu yang cukup lama, maka sistem tersebut akan dapat tiba-tiba menjadi kolaps atau hancur.
Dalam kerangka pemikiran sistem, suatu tindakan kecil yang betul-betul terfokus dan tepat dapat menghasilkan peningkatan yang signifikan jika diterapkan pada tempat yang tepat dikenal dengan prinsip pengungkit. [1.8]
Suatu sistem yang kompleks tidaklah harus selalu merupakan sistem yang tidak stabil. Banyak sistem kompleks merupakan sistem yang stabil.
Sistem yang stabil cenderung menolak untuk berubah. Kita bisa melihat contoh bagaimana partai-partai politik yang berbeda dapat memperoleh kekuasaan atau berkuasa dalam suatu pemerintahan tanpa harus melewati suatu sistem demokrasi yang menyeluruh (melalui pemilihan umum), akan tetapi dengan cara melakukan kudeta.
Suatu keluarga bisa saja akan toleran terhadap perbedaan pendapat dan ketidaksetujuan dari anggota-anggota keluarganya tanpa menyebabkan terjadinya perpecahan di dalam keluarga tersebut.
Suatu bisnis masih akan tetap berfungsi bahkan ketika terdapat kebijakan perusahaan yang tidak disetujui oleh departemen yang berbeda.
Tubuh kita merupakan contoh lain tentang stabilitas sistem. Walaupun ada bagian tubuh kita yang sakit, kita masih dapat melakukan beberapa aktivitas. Dalam hal ini, stabilitas menjadi sangat penting karena tanpa adanya stabilitas, maka kesehatan kita akan berfluktuasi dengan cepat.
Keseluruhan dari stabilitas yang telah kita sebutkan di atas merupakan aspek positif, dan tentu saja harus dibayar mahal dengan suatu ongkos tertentu. Dengan demikian, dalam hal ini, ongkos atau biaya dapat merupakan suatu kekuatan perlawanan untuk berubah.
Gambar 1 Ilustrasi Stabilitas Sistem
Partai-partai politik pemenang, misalnya, akan terus berjuang bersama-sama dengan para pegawai pemerintahnya untuk tetap dapat mempertahankan dan mengendalikan pemerintahannya.
Sementara itu, para opsisi atau pembaharu akan selalu berusaha untuk tetap melakukan serangkaian pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh partai politik pemenang tersebut.
Praktek-praktek yang diterapkan terhadap bisnis baru, seperti penerapan teknologi informasi atau otomasi, biasanya menimbulkan penolakan dari sebagian besar orang-orang yang menjalankannya.
Mereka umumnya akan lebih merasa nyaman dengan cara lama yang mereka lakukan. Hal ini bukan karena mereka mejadi sulit berubah, akan tetapi lebih disebabkan oleh sistem tempat mereka berada pada saat ini.
Kapan pun kita membuat perubahan pada suatu sistem kompleks –suatu bisnis, keluarga atau cara kita melakukan sesuatu, biasanya terdapat suatu perlawanan dan penolakan (resistensi) atau diawali oleh suatu perlawanan. Kita tidak dapat mempunyai stabilitas tanpa perlawanan karena mereka seperti dua sisi yang sama dalam satu mata uang.
Dalam melakukan perubahan, para pembaharu (kaum reformis) sering kali membuat kesalahan. Dalam bisnis, misalnya, mereka umumnya akan terus-menerus melakukan gebrakan-gebrakan dalam berbisnis sampai pada akhirnya mereka akan kehabisan energi karena mereka telah menghabiskan daya pegas sistemnya sampai pada suatu titik terendah dan nantinya justru akan merusak semuanya.
Ketika suatu sistem berubah, sistem cenderung untuk melakukannya relatif cepat dan sering kali sangat drastis. Sebagai contoh adalah proses reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998. Proses demokratisasi yang selama hampir tiga dekade "terkekang", dapat berubah sangat drastis dan menjadi kebebasan yang sebebas-bebasnya, bahkan cenderung kebablasan pada saat proses reformasi terjadi.
Ketika tekanan untuk berubah sudah tertanam dalam suatu sistem, hal ini akan muncul dan meledak secara tiba-tiba seperti meletusnya sebuah balon.
Suatu sistem mempunyai suatu ambang batas di mana sistem tersebut dapat secara tiba-tiba berubah atau hancur. Jika suatu sistem telah berada pada berbagai tekanan yang kuat, maka hanya dengan suatu sentuhan atau pemicu kecil saja, sistem tersebut akan berubah atau hancur. Dengan demikian, jika kita meletakkan suatu sistem berada di bawah tekanan yang cukup kuat untuk waktu yang cukup lama, maka sistem tersebut akan dapat tiba-tiba menjadi kolaps atau hancur.
Dalam kerangka pemikiran sistem, suatu tindakan kecil yang betul-betul terfokus dan tepat dapat menghasilkan peningkatan yang signifikan jika diterapkan pada tempat yang tepat dikenal dengan prinsip pengungkit. [1.8]
Referensi:
- O’Conner, J. & Mc. Dermot, (1997), The Art of Systems Thinking: Essential Skills for Creativity and Problem Solving
- Trilestari, EW., Almamalik, L., (2010), Systems Thinking: Suatu Pendekatan Pemecahan Permasalahan yang Kompleks dan Dinamis. Bandung: STIA-LAN Bandung Press.