Mengapa Cara Systems Thinking Ini Diperlukan?

Paling tidak ada enam alasan mengapa metoda systems thinking ini dibutuhkan. 

1. Meningkatnya kompleksitas dan perubahan dalam kehidupan.
Selama ini, manusia dianggap telah berhasil menaklukkan "dunia fisik" dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengadopsi metoda tradisional reduksionisme untuk memahami dan mengatasi berbagai permasalahan yang muncul.

Seperti kita ketahui bahwa metoda analitik merupakan suatu metoda yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan atau sistem dengan cara membagi-baginya ke dalam bagian-bagian kecil, untuk dipelajari dalam keadaan "terisolasi." Kemudian menyatukan kembali bagian-bagian tersebut bersama-sama untuk kemudian dapat membeerikan gambaran sebagai kesimpulan secara keseluruhan. 

Gambar 1. Ilustrasi Systems Thinking dibutuhkan

Berbeda dengan metoda analitik, pendekatan systems thinking memusatkan perhatian pada bagaimana sesuatu yang dipelajari berinteraksi dengan bagian-bagian lainnya dalam suatu sistem. Ini berarti bahwa systems thinking mengisolasi cara pandang dari bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih kecil lagi dari sistem yang dipelajari. 

Systems thinking bekerja dengan mengembangkan cara pandang untuk menjelaskan sejumlah interaksi yang lebih besar dari suatu isu/permasalahan yang sedang dipelajari Bertambahnya kompeksitas dan dinamika perubahan telah menyebabkan kita semua membutuhkan cara berpikir lain yang lebih sistemik untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, systems thinking mampu memberikan gambaran menyeluruh walaupun dengan semakin bertambahnya kompleksitas dan dinamika perubahan dunia yang kita hadapi.

2. Tumbuh dan meningkatnya kesalingbergantungan dari dunia ini.

Dunia kita ini semakin lama menjadi semakin lebih saling terkait. Suatu kejadian yang muncul dan berada jauh dari tempat tinggal kita, secara langsung maupun tidak langsung, dapat mempengaruhi dan mengganggu stabilitas kehidupan kita. 

Timbulnya banjir di kota Jakarta, misalnya, ternyata ada kaitannya dengan gundulnya pepohonan yang ada di hutan dan di gunung daerah Bogor dan sekitarnya, banyaknya sungai yang mengalir ke kota Jakarta, kondisi geografis hampir sebagian kota Jakarta yang berada di bawah permukaan laut serta tidak disiplinnya masyarakat Jakarta dalam membuang sampah. 

Dibomnya gedung WTC di New York, Amerika Serikat tahun 1991, terjadinya peristiwa bom di Legian Bali, atau meningkatnya suhu politik yang terjadi di Timur Tengah telah menimbulkan dampak pada perekonomian dan politik Indonesia. 

Adanya turnamen sepak bola piala Eropa yang digelar baru-baru ini cukup menyita perhatian dari para pencinta sepak bola di tanah air, sehingga berdampak pada kinerja sebagian pekerja atau karyawan yang ada di Indonesia. 

Dari contoh-contoh tersebut, barangkali akan timbul pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa hubungannya antara banjir di Jakarta dengan hutan yang ada di Bogor? 

Bagaimana keterkaitan antara hancurnya gedung WTC dan bom di Bali dengan perekonomian Indonesia. Atau keterkaitan antara turnamen sepakbola piala Eropa dengan produktivitas pegawai di Indonesia? Tentu saja untuk dapat memahami keterkaitan peristiwa-peristiwa tersebut, kita memerlukan cara berpikir baru yang lebih sistemik.

3. Adanya revolusi pemikiran dalam manajemen teori dan praktek.

Meskipun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada saat ini sangat mengesankan, akan tetapi cara pandang dan cara kerja kita sampai akhir abad ke-20 masih sangat dipengaruhi oleh pemikiran yang berasal dari abad ke-17, seperti pemikiran Taylor atau Ford yang difokuskan pada struktur pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang. 

Seperti yang kita ketahui, konsep yang dikembangkan oleh Taylor ini pada dasarnya banyak yang serupa dengan model organisasi birokrasi yang dikembangkan oleh Max Weber. Kesamaannya terutama terletak pada anggapan yang digunakan, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk rasional, tertuang dalam berbagai aturan maupun prosedur rasional dalam cara pengorganisasian. 

Cara pandang seperti itu ternyata tidak dapat dipertahankan, sebagai akibat adanya berbagai isu, terutama menyangkut aspek hubungan antar manusia dalam organisasi pada era antara tahun 1940-an sampai tahun 1970-an. 

Beberapa pemikiran-pemikiran baru yang berkembang pada periode tersebut dalam bidang manajemen antara lain model dua-faktor, teori X, teori Y, teori Z, dan lain-lain. 

Pada tahun 1980-an suatu paradigma manajemen baru muncul dan berkembang, dikenal dengan Total Quality Management (TQM) yang mencoba menantang konsep-konsep waktu Taylor dan Ford. 

Beberapa inti dasar dari konsep TQM adalah antara lain menekankan pada orientasi terhadap pelanggan, perbaikan terus-menerus, dan partisipasi semua pihak dalam organisasi. 

Pemikiran manajemen lain juga tumbuh pada tahun 1980-an yang disebut dengan Business Process Re-engineering (BPR) atau Rekayasa Ulang Bisnis. 

Meskipun secara mendasar pemikiran tersebut tidak baru, namun konsep BPR menambahkan dimensi baru pada TQM dengan memfokuskan perhatian pada perubahan yang berorientasi proses secara radikal dalam rancangan organisasi dan cara kerja. 

Kemudian pada tahun 1990-an, muncul suatu pemikiran baru dalam bidang manajemen dan kepemimpinan, yang dipelopori oleh Peter Senge dan teman-temannya, yaitu Systems Thinking. Gagasannya tersebut kemudian dituangkan dalam bukunya yang cukup terkenal dengan judul, The Fifth Dicipline: The Art and Practice of the Learning Organization

Dengan demikian bahwa dapat dikatakan bahwa kemampuan menggunakan systems thinking merupakan salah satu kompetensi manajemen kunci untuk abad 21.

4. Terus meningkatnya kesadaran "global", meskipun pengambilan keputusan masih bersifat lokal.

Setiap keputusan atau tindakan yang kita ambil, terutama menyangkut permasalahan-permasalahan hidup, dapat memiliki konsekuensi yang tidak hanya untuk diri kita sendiri atau lingkungan sekitar, akan tetapi berdampak lebih luas lagi untuk orang lain dalam lingkungan yang lebih luas. 

Bertambahnya kesadaran masyarakat dunia untuk menghadapi bahaya hancurnya kehidupan di muka bumi ini akibat pemanasan global terus mengalami peningkatan pada saat ini. Fenomena ini memberikan gambaran akan adanya kesadaran global.

5. Meningkatnya penghargaan terhadap pembelajaran sebagai suatu kunci kemampuan organisasi.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada dua dekade sebelumnya telah memperlihatkan kepada kita bahwa persaingan bisnis bukan lagi merupakan sebuah pilihan, akan tetapi sudah merupakan sebuah cara bertahan hidup di dunia global. 

Berdasarkan hasil kajian majalah Fortune, perusahaan-perusahaan yang paling berhasil di era 1990-an adalah perusahaan yang dijalankan dengan cara-cara yang disebut organisasi pembelajar. Arie De Geus menambahkan bahwa kemampuan untuk belajar cepat, baik perorangan, kelompok maupun organisasi dibandingkan pesaingnya, menjadi satu-satunya keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan dan bertahan secara terus-menerus. 

Ketika dunia menjadi saling tergantung dan bisnis menjadi lebih kompleks dan dinamis, pekerjaan menjadi lebih dapat "dipelajari." Tidak lagi cukup seseorang belajar organisasi, dan juga tidak mungkin memperoleh pemahaman dari pimpinan puncak, dan membuat orang lain mengikuti perintah atas "strategi besar." 

Organisasi yang akan memperoleh keunggulan di masa depan akan menjadi organisasi yang dapat menemukan bagaimana meminta komitmen orang dan kapasitas belajar pada semua tingkat organisasi.

6. Permasalahan yang muncul tak dapat diselesaikan dengan cara berpikir yang menciptakan masalah tersebut.

Perubahan yang terjadi semakin lama semakin kompleks dan dinamik. Terdapat banyak situasi dimana hubungan sebab dan akibat bersifat tidak terlihat, pengaruh tindakan tertentu tidak begitu nampak dan juga tindakan tertentu mempunyai akibat jangka pendek yang sama sekali berbeda dengan akibat jangka panjangnya. 

Disamping itu, perubahan yang kompleks ini mengakibatkan adanya suatu tindakan yang memiliki konsekuensi setempat yang sama sekali berbeda dengan konsekuensinya di bagian lain dalam suatu sistem yang sama. 

Dengan demikian, perubahan yang muncul pada saat ini dan di masa mendatang bila tidak dapat kita pahami dan antisipasi dengan baik dapat berimplikasi serius. Dengan kata lain bahwa sesungguhnya perubahan tersebut tidaklah berbahaya jika dapat disikapi dengan baik. 

Menurut Peter Druker, ”Bahaya terbesar pada situasi turbulensi, bukanlah pada turbulensi itu sendiri, akan tetapi pada perilaku kita yang masih menggunakan pola pikir masa lalu”. Sedangkan menurut Albert Einstein, ”masalah-masalah yang kita hadapi saat ini tidak bisa dipecahkan pada tingkat pemikiran yang telah menciptakan masalah-masalah tersebut”.[2.7]

Referensi:
  1. Maani, K. E. & Cavana, R.Y., (2000), Systems Thinking and Modelling Understanding Change and Complexity. New Zealand: Prentice Hall.
  2. Trilestari, EW., Almamalik, L., (2010), Systems Thinking: Suatu Pendekatan Pemecahan Permasalahan yang Kompleks dan DInamis. Bandung: STIA-LAN Bandung Press.